BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »
Powered By Blogger

Minggu, 25 April 2010

laporan praktikum ekologi populasi dekomposer

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI
POPULASI DEKOMPOSER








BIOLOGI 4B
PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKHNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan dibumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mokroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Dari segi klimatologi tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada suatu lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang mengandung banyak cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap oleh akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kelimpahan cacing tanah pada suatu lahan di pengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, kaesaman tanah, kelembaban tanah, suhu, atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik apabila factor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi sistem pertanian manusia akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada penggunaan bahan kimia telah mengusik habitat cacing tanah. Keseimbangn lingkungan akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia. Adanya vegetasi diperkirakan mempengaruhi kondisi fisik tanah, dan pada akhirnya mempengaruhi keberadaan dari cacing tahan tersebut.
Jadi, dalam praktikum kali ini ingin diketahui:
Apakah keberadaan cacing tanah akan mempengaruhi kualitas tanah
Apakah adanya vegetasi akan mempengaruhi keberadaan (kepadatan Biomassa) serta pola penyebaran populasi cacing tanah.

I.2 Tujuan
Membandingkan kepadatan biomassa cacing tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi
Membandingkan kualitas tanah antara tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi dengan menggunakan cacing tanah sebagai bioindikator kualitas tanah
Membandingkan pola penyebaran cacing tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Biologi cacing tanah
Menurut Neal D. Buffaloe dalam buku Animal and Plant Diversity maka sistematika cacing tanah dapat ditulis sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Famili : Lumbridae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus sp
Secara sederhana class Oligochaeta dibagi menjadi lima famili yaitu Moniligastridae, Eudrillidae, Glosscolidae, Lumbridae dan Megascolidae. Lumbridae dan Megascolidae adalah Oligochaeta yang bersifat teristris. Jenis dari kedua famili ini meliputi : Lumbricus, Allobophora, Eutyphoeus, Eisenia, Pheretima, Perionyx, Diplocardia, Lidrillus.
Identifikasi cacing tanah secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan dengan memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen. Misalnya pada lumbricus letak klitelumnya pada segmen 27 s/d 32, sedangkan pada pheretima letak klitelumnya pada segmen 14 s/d 16. Banyaknya segmen pada cacing tanah juga bervariasi, pada pheretima jumlah segmen berkisar antara 90-132, sedangkan pada lumbricus jumlah segmennya antara 90-195.
Mengingat fungsinya yang penting secara ekologi dan kesejahtraan manusia, maka perlu dikaji secara lebih mendalam tentang karakteristik cacing tanah. Pengkajian ini meliputi aspek tingkah laku dan adaptasi cara hidup dari cacing tanah di habitatnya.
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusakyaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC.

Pengaruh pH
Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya enzim pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada yang membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan terlalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang baik dan optimal diperlukan pH antara 6,0 sampai 7,2.
Pengaruh kelembaban
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30%.
Pengaruh Suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal.






II.2 Tanah
Komponen penyusun tanah terbagi menjadi 2, yaitu; komponen biotik dan abiotik
a. Komponen abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari dan sebagainya
b. Komponen biotik, yaitu terdiri dari mahkluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan manusia.
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Tingkat dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor,1996). Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti et al. (1991) mendemonstrasikan bahwa fauna tanah dan mikroorganisme dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia.

II.3 Populasi
Populasi sering didefinisikan sebagai sekelompok organisme dari spesies yang sama yang secara kolektif menempati suatu ruang atau tempat tertentu dan waktu tertentu. Oleh karena itu bila kita membicarakan populasi kita harus menyebutkan jenis individu (spesies) yang kita bicarakan dan kita perlu juga menentukan batas-batas waktu dan tempat bahkan kuantitas.Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan populasi kita harus mengenal istilah-istilah yang dipakai, bahkan karena penelitian tentang populasi menggunakan angka-angka, maka juga harus mengerti tentang matematika. Istilah-istilah yang dimaksud misalnya yang dijumpai dalam mempelajari karakteristik populasFaktor yang menentukan populasi
Jumlah dari suatu populasi tergantung pada pengaruh dua kekuatan dasar. Pertama adalah jumlah yang sesuai bagi populasi untuk hidup dengan kondisi yang ideal. Kedua adalah gabungan berbagai efek kondisi faktor lingkungan yang kurang ideal yang membatasi pertumbuhan. Faktor-faktor yang membatasi diantaranya ketersediaan jumlah makanan yang rendah, pemangsa, persaingan dengan mahkluk hidup sesama spesies atau spesies lainnya, iklim dan penyakit.
Jumlah terbesar dari populasi tertentu yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu disebut dengan kapasitas beban lingkungan untuk spesies tersebut. Populasi yang normal biasanya lebih kecil dari kapasitas beban lingkungan bagi mereka disebabkan oleh efek cuaca yang buruk, musim mengasuh bayi yang kurang bagus, perburuan oleh predator, dan faktor-faktor lainnya.


Faktor-faktor yang merubah populasi
Tingkat populasi dari spesies bisa banyak berubah sepanjang waktu. Kadangkala perubahan ini disebabkan oleh peristiwa-peristiwa alam. Misalnya perubahan curah hujan bisa menyebabkan beberapa populasi meningkat sementara populasi lainnya terjadi penurunan. Atau munculnya penyakit-penyakit baru secara tajam dapat menurunkan populasi suatu spesies tanaman atau hewan. Sebagai contoh peralatan berat dan mobil menghasilkan gas asam yang dilepas ke dalam atmosfer, yang bercampur dengan awan Dan turun ke bumi sebagai hujan asam. Di beberapa wilayah yang menerima hujan asam dalam jumlah besar populasi ikan menurun secara tajam.
Pola Penyebaran Individu
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi bias bermacam – macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu : enyebaran secara acak, penyebaran secara merata, dan penyebaran berkelompok (Rahardjanto, 2001)
Penyebaran secara teratur (regular dispersion) dengan individu – individu yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang terdapat di alam, tetapi umumnya di dalam suatu ekosistem yang dikelola, dan disini tanaman atau pohon memang sengaja datur seperti itu yaitu jarak yang sama untuk menghasilkan produk yang optimal (Setiono, 1999).
Penyebaran acak (random dispersion) juga sangat jarang terjadi dialam. Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila factor lingkunganya sangat seragam unuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat – sifat untuk berkelompok dai organisme tersebut,, dalam tumbuhan ada bentuk – bentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompokan tumbuhan (Azhari, 2007).
Penyebaran secara merata, umum terdapat padaa tumbuhan. Penyebaran seacam ini terjadi apabila adapersaingan yang kuat diantara individu – individu dalam populasi tersebut. Pada tumuhan misalnya untuk mendapatkan nutrisi dan ruang (Lestari, 2001).
Penyebaran secara berkelompok (clumped dispersion) dengan individu – individu yang bergerombol dalam kelompok – kelompok adalah yang paling umum terdapat dialam, terutama untuk hewan (Hastuti, 2007).
Di dalam populasi, ada tiga pola penyebaran secara umum, yaitu acak, teratur, dan berkelompok. Sedangakan faktor-faktor yang berperan dalam penyebarannya antara lain:1. Suhu2. Kelembaban3. Cahaya4. Struktur tanah dan nutrient5. Kimia air, pH, dan salinitas6. Aliran air, O2, dsb.


BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yaitu yang bervegetasi di depan/di sekeliling pusat laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullan Jakarta, oleh kelompok 2,4, dan 6 dan tidak bervegetasi oleh kelompok 1,3, dan 5. Kondisi lingkungan secara umum pada habitat bervegetasi dengan kondisi tanah yang agak basah dengan keadaan cuaca yang kurang intensitas cahayanya, dengan suhu yang tidak terlalu panas karena tertutup oleh pohon / vegetasi, sama halnya dengan yang tidak bervegetasi namun pada yang tidak bervegetasi kondisi tanah agak kering karena tidak adanya pohon / vegetasi yang menutupi. Penelitian di adakan pada hari selasa 23 maret 2010 pada siang hari.
III.2 Bahan dan alat
Bahan yang digunakan yaitu; larutan formalin
Alat yang digunakan yaitu; Roll meter, penggali, plot (25X25cm), plastik koleksi, Koran bekas (kertas pengisap), Timbangan
III.3 Cara kerja
Pengumpulan cacing tanah dengan menggunakan metode hand sorting dengan langkah- langkah ; Bersihkan serasah penutup tanah pada petakan yang akan diamati, batasi petak 25cm persegi, Semprotkan larutan formalin 4% pada permukaan tanah, Diamkan selama beberapa menit, Kumpulkan cacing tanah yang ada dipetakan mulai dari kedalaman 10cm sampai 30cm simpan dalan plastic koleksi, Dilaboratorium keringkan cacing dengan kertas pengering timbang dengan timbangan
III.4 Analisis data
Pengukuran kepadatan biomassa cacing tanah, pertama dengan mengambil cacing tanah dari tanah dimana kita melakukan penelitian kemudian timbanglah total berat cacing tanah yang di dapat/ diperoleh lalu masukkan dalam rumus
Kerapatan biomassa = Total berat cacing tanah dalam kuadrat
Luas kuadrat
Penentuan kualitas tanah berdasarkan kepadatan biomassa, ada 5 hal yang dapat dilakukan pengukuran; kandungan air tanah, kandungan ortanik tanah, kandungan mineral tanah, bulk density, dan total porositas.
Untuk kandungan air tanah pertama ambil tanah dengan menggunakan bor tanah sedalam 10cm , lalu ambil kurang lebih 10gram dan masukkan dlam wadah tertutup, dengan menggunakan timbangan tantukan berat segarnya, lalu dilaboratorium masukkan cup[likan tanah dalam oven yang bersuhu 1050c selama 24 jam atau sampai berat konstan lalu setelah itu dingankan sebentar dan timbang berat kering tanah tersebut, masukkan kedalam rumus;
Kandungan air tanah (%)= berat segar tanah – berat kering tanah X 100%
Berat segar tanah
Untuk kandungan organik dan mineral tanah dengan cara dari cuplikan tanah yang sudah kering kemudian masukkan kedalam porselen kering yang telah diketahui beratnya, lalu kita lakukan proses pengabuan dengan tungku pembakaran dengan suhu tinggi (1000 – 12000c )kemudian masukkan dalam rumus
Kandungan organik tanah (%)= berat kering tanah – berat abu tanah X100%
Berat kering tanah
Kandungan mineral tanah = berat abu tanah X100%
berat kering tanah
Untuk pengukuran bobot isi ( Bulk density ) dengan cara permukan tanah dibersihkan dari rumput dan serasah lalu Core sampler diletakkan diatas tanah kemudian buatlah lingkaran dengan pusat yang sama dengan Core sampler dan jari jari dua kali jari –jari Core sampler. Pada lingakran tersebut buatlah lubang sedalan 10cm agar pada saat Core sampler dimasukkan mudah ditekan dalam tanah. Kira- kira Core sampler sudah masuk kedalam tanah potonglah bagian bawah Core sampler dengan pisau atau sekop, ratakan mulut Core sampler dengan pisau atau benang nilon tipis. Cuplikan dijaga agar tidak hancur saan dibawa ke laboratorium untuk proses lebih lanjut. Dilaboratorium cuplikan di timbang dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01gram, kemudian cuplikan dioven pada suhu 1050c selama 24 jam dan timbang berat konstan. Lalu masukkan nilai dalam rumus:

Bulk density = Berat kering tanah
Volume Core sampler
Untuk porositas dihitung dari Bulk density dan particle density. Particle density atau kepadatan partikel tanah berkisar antara 2,6 - 2,7 gcm-1 dengan rumus;
Total Porositas (%) = 1 - Bulk density X 100%
Particle density
3





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Tempat kelompok pH Tanah Suhu Tanah (0C ) Kand. Air Tanah (%) Kand. Organik (%) B Kand. Anorganik (%) Bobot isi (gr/cm3) Porositas tanah (%)
Vegetasi 2 5 28 32 86,76 97,87 0,9629 63,66
4 5,4 29 28 13,89 86,11
6 6 28 11,43 88,57
Non-Vegetasi 1 5,2 30 24 2,13 97,8 0,9694 63,42
3 4,5 29 31 13,41 89,06
5 5 30 29 29,80 70,20

Pada hasil pengukuran faktor abiotik tanah pada tempat bervegetasi dan tidak bervegetasi terdapat perbedaan menurut saya perbedaan itu terjadi karena pada tempat yang bervegetasi cenderung lebih rendah suhu lingkungannya karena tertutup oleh pepohonan dan juga kandungan air tanah yang besar terdapat pada tempat yang bervegetasi karena adanya komponen biotiknya yaitu pepohonan.
Ukuran cacing tanah yang ditemukan pada tempat non vegetasi relative lebih kecil dibandingakan dengan yang bervegetasi ini di mungkinkan karena di daeran non vegetasi kurang adanya nutrisi bagi cacinga tanah tersebut dan cacinga ini ditemukan pada kedalaman tdak lebih dari 15cm. berbeda halnya dengan tempat yang bervegetasi cacing tanah yang di temukan pada tempat itu relative lebih besar dari pada di tempat non vegetasi dan ditemukan pada kedalaman lebih dari 15 cm masih ditemukan cacing tanahsampai kedalaman 30cm. hal ini juga berhubungan dengan suhu tanah dan juga pH tanah yang berbeda-beda pada setiap tempatnya.






Tabel 2
Tempat Kelompok Biomassa total/Plot (gr) Kepadatan Biomassa (gr/m2) Rata-rata kepadatan biomassa (gr/m2) Kualitas tanah
Vegetasi 2 7 112 44,8 Tercemar berat
4 0,4 6,4 Tercemar berat
6 1,0 16 Tercemar berat
Non-Vegetasi 1 0,6 9,6 11,2 Tercemar berat
3 0,8 12,8 Tercemar berat
5 0,7 11,2 Tercemar berat

Pada hasil perhitungan kepadatan biomassa cacing tanah pada habitat bervegetasi memiliki rata-rata kepadatan biomassa sebesar 44,8 gr/m2 sedangkan pada tempat non-vegetasi sebesar 11,2 gr/m2 , pada hasil perhitungan ini dapat ddiketahui keepadatan rata-rata biomassa pada tempar yang bervegetasi lebih besar dari pada ditempat non-vegetasi, karena pada tempat vegetasi memang ditemukan banyak cacing tanah yang terdapat disana sedang yang non vegetasi hanya sedikit, cacing tanah ditemukan pada kedalam bervariasi ada yang sampai 30cm masih ditemukan cacing tanah ada juga yang hanya pada kedalaman 10cm. pada kedalaman 30cm masih terdapat /ditemukan cacing tanah itu adalah di tempat yang bervegetasi karena cacing dapat bertahan di tempat itu dengan nutrisi yang tersedia, sedang yang hanya terdapat pada kedalaman 10cm saja berada pada tempat non vegetasi karena cacing tanah tidak dapat nutrisi pada kedalaman sampai 30cm karena tidak adanya vegetasi disana. Cacing tanah yang ditemukan adalah cacing tanah dengan tipe endogenik / cacing tanah yang hidupnya di dalam tanah. Berdasarkan kedalamannya cacing tanah terbagi menjadi 3 tipe yaitu ; tipe epigeik / hidup dipermukaan tanah, tipe endogeik / hidup didalam tanah, dan tipe anecigeik / hidup dalam tanah dan sekresi di permukaan tanah.
Kualitas tanah merupakan kemampuan tanah yang menggambarkan ekosistem tertentu untuk keberlanjutan sistem pertanian. Kualitas tanah menunjukkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang berperan dalam menyediakan kondisi untuk pertumbuhan tanaman, aktivitas biologi, mengatur aliran air dan sebagai filter lingkungan terhadap polutan (Doran dan Parkin, 1994). Tingkat dekomposisi/kematangan gambut serta kedalaman gambut sangat mempengaruhi kualitas lahan gambut. Berdasarkan tingkat dekomposisinya gambut tergolong dalam gambut fibrik (dekompoisi awal), hemik (dekomposisi pertengahan), saprik (dekomposisi lanjut) (Noor,1996). Kualitas tanah umumnya ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah. Untuk menentukan kualitas tanah secara kimia perlu dilalukan analisa kimia yang biayanya relatif mahal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tanah dengan biaya relatif murah, tetapi cepat dan akurat, adalah dengan mengunakan organisme dalam tanah sebagai bioindikator. Paoletti et al. (1991) mendemonstrasikan bahwa fauna tanah dan mikroorganisme dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas tanah akibat perubahan lingkungan di Australia.
Tanah
Sekitar 75-90% bobot cacing tanah hdup adalah air (Grant cit, Anas, 1990) sehingga dehidrasi ( pengeringan) merupakan hal yang sangat menentukan bagi cacing tanah. Secara alamiah, cacing akan bergerak ke tempat yang lebih basah atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak terhindar dari tanah kering, ia teta[ da[at bisa bertahan hidup meskipun banyak kehilangan air tubuhnya. Sebagian besar Lumbrisidae dapat hidup meski tubuhnya telah kekeringan hingga 50% ait bahkan L. terrestris hingga 70% dan a. chlorotica hingga 75%.
Meskipun dapat bertahan hidup pada kondisi kering, kesuburan cacing tanah sangat terpengaruh. Hal ini dapat terlihat apabila cacing tanah mengalami kekeringan dalam waktu lama secara berkelanjutan, maka pada kondisi normal, untuk pemulihannya ke populasi asal perlu 2 tahun ( Evans dan Guilds cit. hanafiah, 2002)

Dalam perhitungan jumlah populasi decomposer digunakan cara formalin karena dianggap paling mudah dilaksanakan atau dilakukan, namun dalam literature dikatakan bahwa pada metode ini bnyak kekurangannya. Menurut Surin,nurdin Muhammad (1989). Metode formalin, pertama kali ditemukan oleh Raw tahun 1959. Metode ini kurang baik untuk jenis cacing tanah yang membuat lubang horizontal di tanah karena cairan formalin itu tidak sampai sempurna pada cacing. Konsentrasi formalin yang digunakan disarankan adalah berkisar antara 0,165-0,55% dan sebaiknya 0,27%. Namun itu bergantung pada tingkat kekeringan tanah tersebut.
Dalam jumlah cacing tanah yang telah ditemukan dalam populasi yang diamati , terdapat sedikit populasi hewan decomposer didalamnya. Terutama pada plot non vegetasi, ukurannya pun tergolong kecil karena memang tanah yang dijadikan plot merupakan tanah liat dan mengandung pH yang cukup asam yakni sekitar 4,5 (kelompok 3). Pada 15menit setelah penyemprotan formalin ke tanah tdak di jumpainya cacing yang keluar dari dalam tanah ini di karenakan keadaan tanah yang belum terlalu jenuh, namun sampai batas waktu yang telah di tentukan tidak ada cacing yang keluar mungkin karena kerapatan tanah sehingga zat kimia (formalin) tidak sampai dengan sempurna pada cacing. Kemudian tanah di congkel sedalam 30 cm secara bertahap ( 10 cm ) dan kemudian diambil dari tanah kedalaman 10cm untuk dilihat / di ambil cacing yang terdapat pada kedalaman 10cm berlanjut sampai kedalaman 30 cm.








Tabel 3
Tempat Kelompok Kepadatan Biomassa (x) (gr/m2) Rata-rata kepadatan Biomassa (X) (gr/m2) S2 S2 /X

Pola Penyebaran
Vegetasi 2 112 44,8 6021,12 134,4 Berkelompok
4 6,4
6 16
Non-Vegtasi 1 9,6 11,2 376,32 33,6 Berkelompok
3 12,8
5 11,2

Pola penyebaran pada cacing tanah pada tempat bervegetasi maupun non vegetasi adalah berkelompok tidak terdepat perbedaan pada keduanya walaupun menurut literature seharusnya yang berkelompok adalah yang bervegetasi karena cacing tanah memiliki cukup nutrisi dari vegetasi yang berada pada sekeliling lingkungannya. Pada non vegetasi sebenarnya ada vegetasi seperti rerumputan jadi kemungkinan ada cacing yang terdapat pada lingkungan tersebut karena terdapat vegetasi rerumputan. Cacing tanah yang ditemukan adalah cacinga tanah dengan tipe endogenik / cacing tanah yang hidupnya di dalam tanah. Berdasarkan kedalamannya cacing tanah terbagi menjadi 3 tipe yaitu ; tipe epigeik / hidup dipermukaan tanah, tipe endogeik / hidup didalam tanah, dan tipe anecigeik / hidup dalam tanah dan sekresi di permukaan tanah.
Dari penelitian terhadap family Lumbricidae di British, terlihat bahwa tipe epigeik meliputi spesies D.octaendra dan B.eiseni yang hidup secara permanen pada horizon organic permukaan tanah. Tipe endogeik meliputi cacing tanpa pigmen, yang mempunyai trowongan permanen hingga kedalaman sekitar 45cm, serta L. terrestis yang berterowongan permanen hingga kedalaman 1,5 – 2 m. tipe Aneciqueik meliputi O. lacteum dan O. cyancum, serta cacing- cacing besar berpigmen seperti A. longa dan A. noctura dewasa yang terdapat pada kedalaman hingga 45 cm, serta E. rosea.


Faktor-faktor ekologis yang mempengaruhi cacing tanah meliputi:
Keasaman (pH) tanah
Kelengasaan tanah
Temperature
Aerasi dan CO2
Bahan organic
Jenis tanah
Dan suplai nutrisi
BAB V
KESIMPULAN
Terdapat perbedaan rata-rata biomassa pada tempat yang bervegetasi dengan tempat yang non-vegetasi karena cacinga tanah yang ditemukan pada tempat yang bervegetasi relative lebih banyak dan lebih besar ukurannya dari pada yang non vegetasi. Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan populasi dekomposer pada kedua tempat yang berbeda itu adalah faktor abiotik seperti suhu tanah, pH tanah, kelembaban dan juga kandungan nutrisi dan faktor biotiknya. Pola penyebaran cacinga tanah adalah berkelompok / seragam. Adanya cacinga tanah juga dapat mempengaruhi kesuburan dan produktivitas tanah





















DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Singaraja : STKIP Singaraja
Bawa, Wayan. 1998. Ilmu Tingkah Laku Hewan (Etologi). Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, 1992. Cacing Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya
Kimball, John W. 1998. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
Azhari, Siti. 2007. Bencana Air Karena Salah Urus. Jurnal Sosioteknologi Edisi 10 Tahun 6, April 2007.
Hastuti, Liliana. 2007. Asal – Usul Domestikasi Dalam Latar Belakang Ekologi. Jurnal Ilmu Pertanian USU Volume 2 no 7, 2007. Hal 34 – 47. Lestari, P. 2001. Fraksional POOL Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan Lahan Deforestasi. Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian Indonesia Volume 3 No 2, 2001. Hal 75 – 83.
Setiono, Djoko. 1999. Keberadaan Taman Nasional Baluran Terancam Acacia Nilotica (Akasia Duri). Jurnal Nasional Taman Baluran Vol 5 No 14, 1999. Hal 45 – 58.
Eni Maftu’ah, M. Alwi, dan Mahrita Willis. 2005. POTENSI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS TANAH GAMBUT. BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor 1, Januari 2005, Halaman 1-14 http://bioscientiae.tripod.com














Lampiran
Tabel perhitungan
Kelompok Biomassa total (x) X2 Rata2 kpdatn Biomassa (X) ∑ (X2) ∑ (X2)
n S2 S2 /X

2 7/0,0625=112 12544 44,8 12840,96 4280,32 6021,12 134,4
4 0,4/0,0625=6,4 40,96
6 1,0/0,0625=16 256
1 0,6/0,0625=9,6 92,16 11,2 381,44 127,14 376,32 33,6
3 0,8/0,0625=12,8 163,84
5 0,7/0,0625=11,2 125,44

Tabel 1 faktor lingkungan abiotik
Tempat kelompok pH Tanah Suhu Tanah (0C ) Kand. Air Tanah (%) Kand. Organik (%) B Kand. Anorganik (%) Bobot isi (gr/cm3) Porositas tanah (%)
Vegetasi 2 5 28 32 86,76 97,87 0,9629 63,66
4 5,4 29 28 13,89 86,11
6 6 28 11,43 88,57
Non-Vegetasi 1 5,2 30 24 2,13 97,8 0,9694 63,42
3 4,5 29 31 13,41 89,06
5 5 30 29 29,80 70,20






Tabel 2 kepadatan biomassa cacing tanah
Tempat Kelompok Biomassa total/Plot (gr) Kepadatan Biomassa (gr/m2) Rata-rata kepadatan biomassa (gr/m2) Kualitas tanah
Vegetasi 2 7 112 44,8 Tercemar berat
4 0,4 6,4 Tercemar berat
6 1,0 16 Tercemar berat
Non-Vegetasi 1 0,6 9,6 11,2 Tercemar berat
3 0,8 12,8 Tercemar berat
5 0,7 11,2 Tercemar berat

Tabel 3 pola penyebaran cacing tanah
Tempat Kelompok Kepadatan Biomassa (x) (gr/m2) Rata-rata kepadatan Biomassa (X) (gr/m2) S2 S2 /X

Pola Penyebaran
Vegetasi 2 112 44,8 6021,12 134,4 Berkelompok
4 6,4
6 16
Non-Vegtasi 1 9,6 11,2 376,32 33,6 Berkelompok
3 12,8
5 11,2

0 komentar: